Unit Pengembangan Sumber Daya Kesehatan

Perubahan adalah proses yang harus dirancang sedemikian rupa untuk membuat nilai tambah bagi organisasi khususnya di bidang kesehatan dan institusi rumah sakit



Yuk kita berpikir lebih sederhana tentang rumah sakit yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU) atau Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Apa beda sebelum BLU/BLUD dengan setelahnya? Sebelum era BLU walaupun rumah sakit sangat diharapkan bisa memberikan pelayanan sebagaimana diharapkan masyarakat namun system yang berlaku kurang mendukung penuh peningkatan mutu pelayanan (birokrat). Dengan penerapan PPK-BLU/D maka rumah sakit harus berpikir ala corporate (perusahaan) tanpa meninggalkan fungsi sosialnya. Jadi secara terintegrasi ada keseimbangan antara keberlangsungan eksistensi rumah sakit dan pemenuhan harapan masyarakat dan pemerintah. Ini tidak mudah karena diperlukan multidisiplin ilmu yang bersinergi dalam mengelola rumah sakit. Sehingga langkah utama adalah bagaimana mengendorkan ego sektoral profesi menjadi semangat mencapai visi dan misi dengan sinerginya multiprofesi.
Untuk itu top manajer rumah sakit dalam hal ini direktur harus berupaya bagaimana multiprofesi di rumah sakit yang terkenal sebagai organisasi padat profesi ini mampu bersinergi dalam tim solid dalam mencapai tujuan rumah sakit yang mulai diberikan keluasan kewenangan dengan pengelolaan keuangan ala corporate ini. Diperlukan kecerdasan dalam menemukan tools yang sesuai dengan situasi lokal dimana rumah sakit berada yang paling efektif dalam menggerakkan sumber daya rumah sakit termanifestasi dalam system manajemen mutu pelayanan rumah sakit yang efektif dalam memenuhi harapan masyarakat sebagai pengguna layanan. Hal ini semakin dipertajam dengan imlementasi BPJS di awal tahun 2014 dan kewajiban rumah sakit memenuhi persyaratan akreditasi rumah sakit versi 2012, maka pengelolaan rumah sakit lebih menantang.  
Dimana peran SPI? Secara pokok (menurut saya) SPI berperan “memotret” kinerja efektifitas kinerja setiap unit dalam mencapai visi dan misi organisasi, khususnya yang tergambar dalam “cascading”. Dengan implementasi PPK-BLU/D, maka perhatian terhadap utilisasi pelayanan dan efektifitas system keuangan di revenue center, serta cost efektif dan cost benefit harus menjadi perhatian utama dalam setiap pengeluaran rupiah rumah sakit di setiap unit kerja tanpa mengabaikan manajemen resiko penyelenggaraan rumah sakit.  
Dari identifikasi permasalahan yang terungkap dari Rakorwas di Medan dan Yogyakarta diantaranya :
1.    Potensi realisasi pembinaan dari Inspektorat Jenderal kurang optimal; 
2.    Kurangnya Anggaran untuk pemenuhan peningkatan kompetensi SDM SPI; 
3.    Belum adanya keseragaman SOP SPI; 
4.    Belum optimalnya dukungan dari pimpinan Satker BLU; 
5.    Adanya keterbatasan pengetahuan dalam hal membuat program pemeriksaan (teknis dan adminstratif); 
6.    Ketidakjelasan kewenangan dan tanggungjawab SPI dalam organisasi.

    Rumusan kesepakatan terkait upaya peningkatan hubungan kerjasama/kemitraan antara Inspektorat Jenderal dan SPI pada Satker BLU di masa mendatang diantaranya :

1.    Legalitas kemitraan / kerjasama antara Inspektorat Jenderal dan SPI pada Satker BLU dalam bentuk Permenkes;
2.    Adanya program pembinaan teknis SPI oleh Inspektorat Jenderal secara berkesinambungan;
3.    Penyusunan SOP dan IK SPI;
4.    Mewujudkan status jabatan fungsional SPI dan Grade Remunerasi;
5.    Mewujudkan Pemenuhan kompetensi SDM SPI;
6.    SPI memfasilitasi dan mendampingi Inspektorat Jendral dalam melakukan pemeriksaan di Satker BLU;
7.    SPI membantu Direktur dalam melaksanakan tindak lanjut LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) Inspektorat Jenderal;
8.    Perlunya SPI diangkat dan dilantik serta menandatangani pakta integritas.
 Melihat hal tersebut, suatu saat unit SPI mengajukan permohonan peningkatan kompetensi anggotanya guna memenuhi harapan tersebut. Namun betapa sulitnya mencari pakar dalam hal ini yang benar-benar memahami rumah sakit, peran SPI dalam mengawal tugas pokok dan fungsi rumah sakit, serta teknis operasional tata laksana peran SPI secara holistik. Setelah kegiatan pelatihan tampaknya tidak banyak memberi daya ungkit dalam efektifitas teknis tugas SPI sebagai pengawal efektifitas implementasi PPK-BLU/D yang saat ini ditambah dengan implementasi persyaratan akreditasi rumah sakit.
Apapun persoalannya, pembelajaran di lapangan dengan segala kegagalan dan kesuksesannya akan banyak memberikan daya ungkit peningkatan efektifitas kinerja SPI. Bagaimana standar audit ditetapkan dengan mengacu pada berbagai sumber yang update, akurasi penilaian situasi di lapangan, menarik kesimpulan, memberikan rekomendasi yang implementatif bagi unit yang diaudit, serta pemantauan tindak lanjut rekomendasi yang didukung top manajer (direktur) yang tercermin dalam keputusan dan instruksinya di acara Management Review (Rapat Tinjauan Manajemen).
Semoga bermanfaat.